Ia memiliki dua kolam masing-masing berukuran 10x12 meter. Setiap empat bulan ia memanen sebanyak 800 kg udang dengan harga jual Rp40 ribu perkg. Dalam mengembangbiakkan udang, ia tidak mengalami kesulitan memperoleh benur, pakan serta pemasaran. Yang sangat mengganggu aktivitas peternak udang adalah ketiadaan daya listrik.
Ia harus mengadakan genset sendiri dengan biaya lebih tinggi. Listrik diperlukan untuk keperluan menggerakkan kincir, penerangan dan alat prosesing. Tanpa kincir yang digerakkan listrik udang tidak akan hidup. Peran listrik sangat vital sekali dalam tambak udang.
Menggunakan genset mengakibatkan biaya menjadi mahal hingga tiga kali lipat dibanding listrik dari PLN. Akibatnya biaya produksi mahal dan berimbas pada minimnya keuntungan.
Kepala Subdinas Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi Bangka Belitung, Alfino Nedi membenarkan makin meningkatnya minat warga dalam mengembangkan tambak udang jenis vanamae dan windu.
Untuk investor skala besar dibidang budidaya udang belum lagi ada. Beberapa investor dibidang perikanan menunda investasi akibat ketiadaan daya listrik. Upaya untuk mendatangkan investor akan kurang optimal bila, keterbatasan daya listrik belum bisa diatasi.
Total produksi udang budidaya di Bangka Belitung pertahunnya mencapai 400 ton dan sebagian diekspor ke negara tetangga.