Import Sapi Dinilai Program Nonsense
Mataram (Global FM Lombok) –
Kepala Lembaga Penelitian Universitas Mataram (Lemti Unram), Prof. DR. Ir. Yusuf Ahyar Sutaryanto, mengatakan, adanya rencana pemerintah provinsi (Pemprov) NTB megimport sapi dinilai sebuah program nonsense atau omong kosong. Sebab, apapun alasan adanya kebijakan import sapi, merupakan kebijakan yang tidak berdasar pengalamaan. Pada pengalaman beberapa tahun sebelumnya membuktikan bahwa import sapi selalu mengalami kegagalan.
” Tapi, jika kebijakan itu tetap dilaksanakan juga, maka Pemprov NTB termasuk, pemerintah yang tidak mau belajar dari kegagalan sebelumnya. ” kata Prof. DR. Ir. Yusuf Ahyar Sutaryanto, kepada Reporter Global FM Lombok, di lemlit Unram, Selasa (26/1).
Sutaryanto mencontohkan, pada tahun 1998 lalu, pemerintah pernah melakukan import sapi Australia, tetapi mengalami kegagalan. Pengalaman petani peternak sapi, import sapi itu sangat tinggi kegagalannya. Salah satu penyebabnya, pakan sapi import sangat banyak dan tinggi, sehingga para petani tidak mampu memenuhinya. Pengelolaan pembudidayaan sapi import juga tidak bisa dilaksanakan pada masyarakat, tapi harus dengan perusahaan, karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Sebelumnya, Kepala Dinas Peternakan (Disnak) NTB, Drh. Abdul Samad, menyebutkan, pada tahun 2010 ini, pihaknya akan memfokuskan tata ruang sapi, baik kualitas sapi, infrastruktur, pakan ternak dan lainnya. Dalam mewujudkan NTB Bumi Sejuta Sapi (BSS), pihaknya membutuhkan anggaran sebesar Rp 80 milyar yang dominant diharapkan dari pemerintah pusat.
” APBD NTB menganggarkan Rp 4 milyar untuk biaya operational dan Rp 8,7 milyar untuk bantuan social (Bansos) bagi petani peternak. Selanjutnya, ABPN diberikan Rp 21 milyar dan dana Sarjana Masuk Desa (SMD) sebesar Rp 25 – 30 milyar. ” sebutnya. (ozi)
Kepala Lembaga Penelitian Universitas Mataram (Lemti Unram), Prof. DR. Ir. Yusuf Ahyar Sutaryanto, mengatakan, adanya rencana pemerintah provinsi (Pemprov) NTB megimport sapi dinilai sebuah program nonsense atau omong kosong. Sebab, apapun alasan adanya kebijakan import sapi, merupakan kebijakan yang tidak berdasar pengalamaan. Pada pengalaman beberapa tahun sebelumnya membuktikan bahwa import sapi selalu mengalami kegagalan.
” Tapi, jika kebijakan itu tetap dilaksanakan juga, maka Pemprov NTB termasuk, pemerintah yang tidak mau belajar dari kegagalan sebelumnya. ” kata Prof. DR. Ir. Yusuf Ahyar Sutaryanto, kepada Reporter Global FM Lombok, di lemlit Unram, Selasa (26/1).
Sutaryanto mencontohkan, pada tahun 1998 lalu, pemerintah pernah melakukan import sapi Australia, tetapi mengalami kegagalan. Pengalaman petani peternak sapi, import sapi itu sangat tinggi kegagalannya. Salah satu penyebabnya, pakan sapi import sangat banyak dan tinggi, sehingga para petani tidak mampu memenuhinya. Pengelolaan pembudidayaan sapi import juga tidak bisa dilaksanakan pada masyarakat, tapi harus dengan perusahaan, karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Sebelumnya, Kepala Dinas Peternakan (Disnak) NTB, Drh. Abdul Samad, menyebutkan, pada tahun 2010 ini, pihaknya akan memfokuskan tata ruang sapi, baik kualitas sapi, infrastruktur, pakan ternak dan lainnya. Dalam mewujudkan NTB Bumi Sejuta Sapi (BSS), pihaknya membutuhkan anggaran sebesar Rp 80 milyar yang dominant diharapkan dari pemerintah pusat.
” APBD NTB menganggarkan Rp 4 milyar untuk biaya operational dan Rp 8,7 milyar untuk bantuan social (Bansos) bagi petani peternak. Selanjutnya, ABPN diberikan Rp 21 milyar dan dana Sarjana Masuk Desa (SMD) sebesar Rp 25 – 30 milyar. ” sebutnya. (ozi)