Masalah halal tidak sama dengan mutu pangan. Produk pangan ada ukurannya kalau halal tidak bisa diukur obyektif, ini diperlukan komisi fatwa. Dengan demikian, hasil pemeriksaan dari lembaga akreditasi sertifikasi halal tersebut nantinya tetap diketahui dan disahkan Komisi Fatwa MUI.
Menyinggung peran pemerintah dalam lembaga tersebut, Mentan menyatakan, hanya bertindak melakukan pengawasan, menyusun regulasi tanpa harus masuk ke dalam lembaga akreditas itu. Sistem sertifikasi tersebut harus diserahkan kepada pihak yang berkompeten karena kalau pemerintah masuk dikuatirkan memunculkan birokrasi yang lebih panjang sehingga mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.
Sementara itu Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Deptan, Djoko Said Damardjati mengatakan, lembaga akreditasi tersebut nantinya merupakan lembaga otoritas yang kompeten untuk menunjuk lemabaga sertifkasi halal, selain itu lembaga tersebut harus bisa menjamin sertifikat kehalalannya.
Dengan sistem yang ada selama ini, dimana MUI tidak memiliki otoritas kompetensi dan bukan lembaga pemerintah maka ketika terjadi persoalan dengan produk impor yang berkaitan dengan kehalalan akan sulit menyelesaikan jika urusannya antara pemerintah. Menanggapi perlunya pembentukan lembaga akreditasi sertifikasi untuk produk halal, Direktur LPPOM-MUI, Muhamad Nadratuzzaman Hosen mengatakan, pihaknya menolak jika hal itu hanya untuk memasukkan LPPOM-MUI ke dalam lembaga pemerintahan.
Dikatakannya, selama ini pihaknya hanya mengenakan pungutan sebesar Rp 2,5 juta hingga Rp5 juta untuk sertifikasi halal padahal untuk mendapatkan sertifikat ISO mencapai Rp190 juta.